Saya tahu, malam ini, kalian boleh jadi tidak peduli.
Keluarga kalian, mungkin asyik2 saja, tidak ada masalah, dan bisa mendapatkan minyak goreng. Gampang. Bisa beli online, dll.
Tapi kelangkaan, harga mahal, antrian panjang, rebutan minyak goreng subsidi, ada dimana2. Itu fakta. Lagi pandemi, mereka berdesakan antri.
Maka, malam ini sy posting dua foto ini bersisian. Yang kiri, dari foto awal kemerdekaan, penduduk Indonesia antri beras (brillio.net). Yang kanan, foto barusaja di Sibolga, penduduk antri minyak goreng (Abdi Somat Hutabarat/detik.com).
Apa sih masalah minyak goreng ini? Simpel. Salah urus. Penyakitnya dimana, eh, ngatasinnya entahlah. Bergaya seolah penjahatnya adalah yg numpuk di gudang, seolah mafia2 ini akan diuber kemana2. Padahal kamulah biangnya. Salah urus, salah strategi. Kamu yg membuat mereka ada. Lantas ditutupi dgn retorika, penuh kalimat2 bombastis. Masalah ini sudah berminggu2, bahkan sejatinya berbulan2.
77 tahun Indonesia merdeka, dan mereka masih ngantri kebutuhan pokok juga. Lantas sebagian netizen, mirip seperti jaman Belanda dulu, mengaum buas, kepada saudaranya sendiri, 'Goblok! Kan tidak harus digoreng, bisa direbus, lebih sehat!'
Tahniah Indonesia. Silahkan sibuk urus saja hal2 bombastis lain. Ibukota baru, balapan MotoGP, Formula E, dan semua hal keren lainnya. Perkara harga murah, pendidikan, kesehatan, besok2 saja kita bicarakan. Saat sudah mau pemilu.
*Tere Liye, penulis novel 'Negeri Pemimpin Sampah'. Eh belum ditulis ding. Tapi mungkin saja ditulis. Daripada cuma nyinyir di medsos, besok2 jadi novel :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar